Senin, 01 November 2010

Sekali lagi tentang Merapi

setelah bencana demi bencana menimpa negeriku tercinta, terasa ada yang mengganjal dalam pikiranku utamanya tentang meletusnya gunung merapi dan fenomena mbah marijan. yang menjadi beban pikiranku (wih..lebay)adalah mengapa penduduk disekitar merapi (ndak semua sih, tapi sebagian kecil)begitu enggan menuruti himbauan pemerintah agar segera mengungsi???. Apakah karena gunung merapi begitu sakral atau sang juru kunci tidak ikut mengungsi seperti keluarganya yang lain?,atau keduanya?. Kenapa mesti ada juru kunci, fungsinya apa ya? menurutku ada atau tidaknya sang juru kunci kalo tiba waktunya meledak,ya meledaklah itu merapi.

sebenarnya aku tak paham mengapa mbah marijan lebih memilih bertahan di rumahnya hingga ajal menjemput, ketimbang ikut mengungsi seperti keluarganya. Apakah karena "amanah" sang raja yogya yang begitu dipegang teguh?.

oh.. begitu banyak pertanyaan yang muncul, hingga kutemukan satu berita di kapanlagi.com. Disitu di tampilkan komentar empat artis dan satu paranormal, namun komentar yang kuanggap sangat3 masuk akal adalah komentar Deddy Mizwar dan Tompi karena sebenarnya mewakili kata hatiku selama ini.

Deddy Mizwar saat ditemui di Balai Sarbini, Jakarta Selatan, Kamis (28/10) mengatakan bahwa sosok pribadi Mbah Maridjan adalah sosok yang baik di matanya dan orang-orang yang mengenalnya. Namun melihat sikap Mbah Maridjan yang hanya berdiam saja saat bencana datang dinilai suatu ketololan di mata seorang Deddy Mizwar.
"Dia diam saja pada saat bencana datang saya lihat sebagai sebuah ketololan saja," ujarnya.
Keputusan Mbah Maridjan yang bertahan di lereng Merapi bagi Deddy Mizwar merupakan suatu tindakan menzalimi diri sendiri. Karena menurutnya Mbah Maridjan sudah tahu bencana itu akan datang namun dia tidak mau menerima pertolongan Tuhan.
"Termasuk iya, menzalimi diri sendiri. Tapi orang punya keyakinan lain-lain ya. Tapi menurut pandangan saya sudah ada bencana datang dan tidak lari bukan Tuhan tidak menolong, karena pertolongan Tuhan sudah datang, dianya nggak mau menerima pertolongan Tuhan. Ada orang yang datang, ayo segera pindah itu pertolongan Allah, tapi dia tidak mau ditolong Allah gitu kan," terangnya sambil tertawa.

Menurut Tompi, ia tidak melihat ada unsur heroik di sosok juru kunci Merapi itu.
"Terus terang gue nggak melihat ada heroik. Kita menghargai konsekuensi dia (Mbah Maridjan), tapi dalam hal itu, bencana ya bencana. Artinya bencana ini tidak ada hubungannya dengan Mbah Maridjan, mau ada beliau atau tidak ada, ini tetap terjadi," terang pria yang tidak trauma dengan pantai maupun gunung, pasca bencana alam. "Pokoknya percaya sama Tuhan aja. Kalau namanya musibah nggak perlu di pantai atau di gunung juga bisa kena," pungkasnya.

skarang rasanya jadi lega ada yang sepaham denganku, walau demikian aku memahami bahwa pola pikir "mengabdi" pada diri mbah marijan adalah pola pikir tradisional seorang juru kunci yang memahami konsistensi pada tugasnya.
Kita boleh konsisten melaksanakan tugas dan kewajiban, dalam hal ini patutlah mencontoh mbah marijan. Namun jangan menjadikan kita menzalimi diri sendiri, karena menzalimi diri sendiri adalah dosa. Contohnya jika sedang sakit dan tetap melaksanakan puasa (kejadian pada tanteku,opname ramadhan lalu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan beri komentar dan tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam