Rabu, 24 November 2010

Hati-Hati Menjaga Hati...!!!


Ketika kamu melontarkan sesuatu dalam kemarahan, maka kata - katamu itu akan meninggalkan bekas seperti lubang di hati orang lain.  Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu.  Namun pada saat kamu menyadari kekeliruanmu itu, tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu akan tetap ada. Dan, luka karena kata - kata adalah sama buruknya dengan luka berdarah.(A.M Hadinata).

Aku adalah orang yang sulit membenci atau marah pada orang lain (ini sisi positifku), aku sungguh berusaha tidak banyak melakukan “kontak” dengan orang-orang yang tidak kukenal, baru kukenal, atau orang dengan kepribadian meledak-ledak.  Itu karena aku sangat menjaga hatiku. Aku gampang terluka meski hanya dengan kata-kata.  Itulah sebabnya aku juga menjaga agar kata-kataku sebisa mungkin tidak menyakiti orang lain (talkless do more..!!!)

Aku adalah orang yang sulit memaafkan, ini adalah sisi negatifku dan hingga kini aku masih berusaha dan terus belajar bagaimana agar hatiku bisa tegar berdamai dengan orang-orang di luar sana yang pernah menyakiti hatiku. Dan, Alhamdulillah ada progress di sana.  Namun, Allah menguji ketegaranku sehari sebelum Idul Adha kemarin.  Aku mulai lagi membenci (oh..no!!!).  Dan sayangnya ini adalah orang yang sama yang pernah menyakitiku.   Ini terasa sulit pada saat kamu di sakiti dengan “kata-kata” dari orang yang sama yang pernah menyakitimu beberapa waktu yang lalu dan parahnya lagi, ini adalah kali ke tiga ia melakukannya.  Tidak peduli ia sadar atau tidak jika dulu ia sudah berulang kali meminta maaf dan kamupun memaafkannya dengan “berat hati”, jika kali ini kamu sulit memaafkannya di bandingkan waktu dulu, itu sangat-sangat manusiawi..iya..kan???

Dikutip dari Hidayatullah:
Dalam ajaran Islam membalas itu tidak terlarang, akan tetapi memaafkan itu lebih baik. Jika benar-benar kita ingin membalas, balasan itu hendaknya tidak lebih dari yang ia terima. Berlebih-lebihan dalam pembalasan merupakan tindak kezhaliman. Allah berfirman:
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishas. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangan terhadapmu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (QS. al-Baqarah: 194)

Tidak seperti agama lain yang mengajarkan bahwa bila pipi kananmu dipukul berikan pipi kirimu. Bila jubahmu diminta berikan bajumu. Ajaran ini justru tidak manusiawi, sebab sangat memberatkan mereka yang dizhalimi. Islam mengajarkan agar seseorang bisa memberi balasan setimpal dengan apa yang telah diterimanya. Meskipun demikian, memaafkan itu jauh lebih baik.

Dalam menghadapi situasi yang cenderung memancing emosi, manusia dapat dibedakan dalam tiga tipe. Pertama, orang yang tidak merasa marah padahal penyebabnya ada. Kedua, orang yang merasa marah tetapi mampu menahan amarahnya dan mau memaafkan. Sedang ketiga, mereka yang merasa marah, mampu menahan marah, tapi tidak bisa memaafkannya. Dari ketiga kategori ini tentu saja golongan pertama yang lebih utama. Mereka disebut telah memiliki hilm, sifat sabar yang sangat besar. Sabar di atas sabar. Sifat ini telah dimiliki Rasulullah saw, dan telah dibuktikan dalam berbagai peristiwa.
Tentang sifat hilm ini Rasulullah bersabda, “Maukah aku ceritakan kepadamu tentang sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Para sahabat menjawab, tentu. Rasul bersabda,jika Kamu bersikap sabar (hilm) kepada orang yang membencimu, memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu, dan menghubungi orang yang telah memutuskan silaturrahim denganmu.” (HR. Thabrani).

Oh..sungguh berat dan sulit menjadi seperti Rasulullah, Dia memang manusia mulia, aku sungguh jauh dari sifat beliau itu, ya…bagai langit dan bumi.


1 komentar:

Silahkan beri komentar dan tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam