Bersiap Menyambut Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431 Hijriah
suasana qurban di rumah tahun 2008 lalu
Hari Raya Idul Adha sudah di depan mata, tentu kita tidak mau ketinggalan. Sekiranya ada limpahan rezeki yang tersisa, atau tabungan masa depan yang bisa sedikit dikurangi, maka mengapa ragu untuk ikut berqurban kembali tahun ini ?
Berikut ini feature yang dikutip dari www.voa-islam.com
Qurban yang dalam bahasa Arabnya dikenal dengan "udzhiyah" adalah ibadah yang agung dalam Islam. Setiap muslim harus memberikan perhatian besar terhadapnya, Karena Allah subahnahu wata'ala menyebutkannya secara jelas dalam kitab-Nya.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar: 1-2)
Di antara keutamaan qurban, disebutkan dalam hadits Aisyah radliyallah 'anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450).
Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan qurban pada hari Idul Adha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau harga hewan qurban atau bahkan sedekah yang lebih banyak dari pada nilai hewan qurban. Karena maksud terpenting dalam berqurban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Di samping itu, menyembelih qurban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah. (Shahih Fiqh Sunnah 2/379 dan Syarhul Mumthi’ 7/521).
Allah akan segera mengganti biaya qurban yang dikeluarkan, karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdoa: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).
Hukum Qurban
Para ulama bersepakat tentang disyariatkannya ibadah qurban ini, karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa melaksanakannya. Namun, dalam perinciannya, wajib ataukah sunnah, para ulama berbeda pendapat.
Pertama, wajib bagi orang yang mampu. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullah.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lihat Syarhul Mumti’, III/408)
Di antara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Alasan mereka dari hadits ini, larangan mendekati tempat shalat atas orang yang mampu tapi tidak mau berkorban menunjukkan orang itu telah meninggalkan sesuatu yang wajib. Karenanya, seakan-akan tak ada gunanya dia mendekati tempat shalat 'Ied.
Kedua, Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain.
Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).
Abu Sarihah berkata, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih).
Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabat pun yang menyatakan bahwa berqurban itu wajib.” (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454).
Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika dijabarkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasehatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu a’lam.” (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120)
Yakinlah…! Bagi mereka yang berqurban, Allah akan segera memberikan ganti biaya qurban yang dia keluarkan. Karena setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdoa: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).” (HR. Al Bukhari 1374 & Muslim 1010).
Para ulama bersepakat bahwa orang yang berqurban diperintahkan untuk memakan daging qurbannya serta mensedekahkannya berdasarkan :
a. Firman Allah swt : “Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj : 28) b. Firman Allah swt, “Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS. Al Hajj : 36) Dengan mengambil hikmahnya, seorang yang berqurban mendapat peluang untuk menambah keimanannya setingkat lebih baik dari hari sebelumnya (Hatta Syamsuddin, Lc). Akhirnya, selamat berqurban dan selamat Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431 H.
Taqobbalallahu minna wa minkum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan beri komentar dan tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam